Seruan untuk Istana Negara: Jangan Lupakan Prinsip Arsitektur Berkelanjutan


Sejenak mari doakan korban bencana kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera (Riau). Moga saudara-saudara kita segera mendapat udara segar kembali. Moga lahan hutan bisa kembali menghijau. Moga penegakkan hukum perlindungan hutan dan kawasan konservasi bisa ditegakkan, tidak hanya tajam ke bawah dan tumpul keatas tapi adil seadil-adilnya.

Review: ‘Nafsu’ istana untuk membuat ibukota baru
Keinginan pihak istana untuk mendirikan ibukota baru terasa sangat serius dengan diumumkannya daerah yang akan menjadi ibukota baru langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. 

“..Hasil dari kajian-kajian tersebut menyimpulkan bahwa lokasi ibukota yang baru yang paling ideal adalah sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.” jelasnya melalui akun instagram resminya.
Jika dilihat dari prolognya, presiden mengatakan bahwa sejak berdiri 74 tahun yang lalu Indonesia belum pernah merancang sendiri ibukota negaranya. Presiden seolah sedang menyalakan obor nasionalisme untuk bersama-sama membangun sendiri ibukota Indonesia. Hal ini tentu sah-sah saja, tapi apakah itu yang diperlukan Indonesia pada masa ini?

Di kesempatan lain disampaikan bahwa diantara alasan dipindahkannya ibukota negara ke Kalimantan Timur adalah relatif aman dari ancaman bencana alam dan untuk mengurai kepadatan yang selama ini terpusat di Pulau Jawa (Ref: Kompas.com). Sekali lagi, mungkin memang diperlukan. Tapi apakah itu satu-satunya jalan?

Membahas hal ini tentu akan sensitif seolah artikel ini sebagai oposisi atau lawan politik. Namun hal tersebut tidaklah tepat. Bencana asap yang sedang terjadi seakan menggugah untuk mengingatkan pihak istana bahwa pembukaan lahan bukanlah hal yang murah namun begitu mahal. Mensejahterakan daerah-daerah yang rural (baca: bukan urban atau perkotaan) tidak harus selalu dengan membangun besar-besaran dan menghadirkan gedung-gedung pencakar langit. Dimuliakan sesuai perannya akan lebih tepat untuk menghadirkan sejahtera bagi penduduk setempat. Memajukan pertanian untuk masyarakat tani, memajukan sistem perkebunan untuk masyarakat yang berkebun. Menjaga paru-paru dunia tetap paru-paru, bukan ladang penghasil polusi.

Diluar jadi, tidak, atau kapan-nya proses pemindahan ibukota, ada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang lazimnya para tenaga ahli istana sudah mengetahuinya. Namun bukan hanya tahu, konsep harus dipegang teguh untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam membangun dan menyisakan masa depan yang baik untuk generasi mendatang. Berikut adalah ringkasan beberapa poin prinsip pmbangunan secara berkelanjutan dalam arsitektur menurut Brenda dan Robert vale dalam buku Green Architecture: Design for a Sustainabke Future;

Energy conservation
-Kawasan & bangunan rendah energi
-Internet of things & otomatisasi
Membuat peran teknologi menjadi berguna adalah ketika teknologi dapat turut serta dimanfaatkan untuk menghemat energi. Seperti misalnya lampu dan mesin yang bekerja hanya saat dibutuhkan dengan memanfaatkan data sensor tertentu. Jangan sampai justu teknolgi menjadikan masyarakat menjadi terlampau konsumtif sehingga boros energi, khususnya yang sulit atau tidak dapat diperbaharui.

Working with climate
-Pengkondisian termal, cahaya, dan akustik secara pasif dan alamiah menggunakan bahan alami atau hasil daur ulang. Desain dalam skala bangunan atau tingkat kota dikatakan sustainable jika mampu merespon cuaca dan iklim dengan baik dan turut menghasilkan penghematan energi dengan signifikan.

Minimizing resources
-Adaptive reuse bangunan, material atau lahan. Untuk menyiapkan masa depan yang baik, setiap individu atau pihak harus sebisa mungkin menggunakan segala sesuatu dengan arif dan tidak dengan mudah mengeksploitasi sumber daya baru. Memperbaiki dan menggunakan yang sudah ada akan menghemat sumber daya dan lebih menjaga kelestarian bumi.

Respect for users
" A green architecture recognizes the importance of all the people involved with it"
-Provide healthy and stimulating good and fit environment
-Self built home
-Communal and social interraction spaces. Memuliakan masyarakat yang hidup dengan ruang dan fasilitas yang layak. Baik ruang pelayanan fisik, maupun ruang secara sosial.

Respect for site
-Harmony with landscape
-Great response to ambience, view, existing objects, and stability. Merancang segala sesuatu harus harmonis dengan kondisi tapak/ lahan. Baik itu pemandangan, suasana, ataupun kestabilannya secara geologis. Rancangan yang baik harus mampu menjaga apa yang sudah ada di alam sebelum membangun di atas atau di sekitarnya.

Holism, berpikir holistik
-Pentingnya berpikir menyeluruh dan memperhatikan segala aspek dan konsekuensinya. Inilah salah satu kata kunci yang harus dimiliki pihak istana. Bahwa masalah ibukota bukan hanya tentang pembangunan secara masif, penyebaran infastruktur, instalasi teknologi, dan/atau tentang national pride. Alih-alih kebanggaan nasional, terjadinya aib bangsa justru lebih mengancam jika pemerintah “gagal” untuk menghadirkan pembangunan yang lestari dan berkelanjutan. Seperti kasus asap hari ini, semoga dapat diselesaikan dengan cara terbaik dan membanggakan. Semoga.
(wir)

Comments

  1. Replies
    1. Terimakasih sudah berkunjung ke Arsilogi.id
      Kami nantikan kunjungan di artikel selanjutnya, RENO! :)

      Delete
  2. Eedddaaaaas. kalau ngekritik pake pengetahuan emang seru ya .. bukan debat kusir nantinya ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih IBRAHIM DUTINOV, selamat membaca dan moga menginspirasi. :)

      Delete
  3. Replies
    1. Terimakasih sudah menjadi pembaca budiman, LUSI DAN! moga menginspirasi :)

      Delete
  4. Mantulll Abang Habibi nih. Semoga menjadi the Next BJ Habiebie

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin.. aamiin.. Allahumma Aamiin...
      Terimakasih sudah berkunjung, MANILOKA! ^^

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cara Menghitung Estimasi Kebutuhan Air Bersih pada Gedung Bertingkat Banyak

Rumah Semilir [House Design]