Mengenal Sekilas Filosofi Alejandro Aravena



img source: industrytap.com
Preface
Mungkin sebagian kita sudah mengenal siapa Alejandro Aravena, tapi tak ada salahnya kali ini kita kilas balik ngulik Arsitek “ikonik” yang satu ini. Well, yang saya tulis disini mungkin tidak bisa mewakili seratus persen sosoknya, tapi menurut saya menarik untuk digarisbawahi dalam perkembangan dunia arsitek. Selamat membaca! :)
Presentasi di forum TED Oktober 2014
Yup, sebenarnya seorang Alejandro Aravena sudah berkali-kali menyampaikan banyak pandangan menariknya di berbagai forum, tapi saya akan ringkaskan apa yang ia sampaikan pada forum TED yang bertajuk “Filosofi desainku adalah membawa orang-orang kepada sebuah proses”. Dalam presentasi singkat tersebut diawali dengan penenkanan bahwa dalam sebuah proses merancang kita selaku arsitek selalu sangat membutuhkan sintesis dari permasalahan yang ada. Semakin kompleks sebuah permasalahan, semakin dibutuhkan penyederhanaan. “More complex problems need more simplicity”, kurang lebih begitulah terangnya.
Nah, kemudian ia jabarkan beberapa projek yang dikerjakannya tentang apa saja permasalahannya dan bagaimana “secara simpel” ia sederhanakan masalahnya untuk merancang solusinya. Diantaranya adalah:

Urbanisasi, Slump area, and Community Settlement Needs
Beberapa masalah yang muncuk dalam kasus ini diantaranya adalah; begitu oesatnya pertumbuhan penduduk pendatang ke lingkungan urban yang tidak dibarengi dengan kesiapan kota itu sendiri. Pertahun selalu bertambah berjuta-berjuta penduduk ke Kota baik pendatang ataupun bagian dari pertumbuhan komunitas itu sendiri, sedangkan pemerintah setempat tidak siap dengan infrastruktur, lebih tepatnya tidak siap dengan dana untuk menyiapkan infrastruktur yang memadai sehingga akhirnya tercipta area-area kumuh di penjuru kota. Dalam kasus ini finansial pemerintah mungkin hanya mampu menopang setengah atau bahkan sepertiga dari total pemukiman yang dibutuhkan. Disisi lain, penduduk setempat juga umumnya “tidak terbiasa dengan rumah susun yang berbentuk gedung bertingkat. Singkat cerita, akhirnya Aravena mengusulkan perumahan yang dapat “tumbuh” atau dikembangkan. Artinya, setiap rumah dapat dibangun dengan “setengah” biaya, namun memiliki kemampuan untuk dikembangkan menjadi rumah yang lebih luas secara swadaya oleh masing-masing keluarga. Perumahan pun dibuat 2 lantai dengan tangga di bagian depan, sehingga dengan tetap mengoptimalkan guna lahan, namun suasana komunitas masih tetap terjaga.


Gedung, Utilitas, dan Sustainability
 Gedung-gedung umumnya memiliki core di bagian tengah yang kemudian memiliki permukaan luar kaca yang biayanya mahal dan rawan menimbulkan efek rumah kaca sehingga membuat biasa operasi gedung mahal. Nah, inovasi Aravena pada projek ini adalah “membalik” hirarki yang ada. Dan, voila!, Terciptalah sebuah gedung yang permukaan luarnya bermaterial lebih meredam panas matahari, kemudian di bagian tengah gedung memungkinkan adanya interaksi sosial (bahkan antar lantai), dan memungkinkan adanya aliran angin dengan ventilasi silang, dimana lubang/celah-celah yang dirancang Aravena justru “sangat besar”, sehingga dapat dijadikan spot panoramik tersendiri dengan nuansa skalatis. “Sustainable itu hanya nalar umum yang se-simpel itu”, tegasnya. Luar biasa!


Disaster Risk dan Persoalan Komunitas (Masyarakat Setempat)
Tsunami. Nah, pada kasus yang terakhir ini Aravena menyampaikan kasus pemukiman tepi pantai di kawasan Chile setelah tertimpa Tsunami dan memiliki potensi tertimpa bencanayang sama dalam beberapa tahun mendatang. Pada kasus ini Aravena menekankan proses “Participatory Design”, dimana ia sengaja melibatkan masyarakat setempat untuk berdiskusi tentang masa depan lingkungan pemukiman mereka. Aravena menayangkan potongan video proses diskusi tersebut. “Aku tak tau apa kalian bisa membaca subtitle nya, tapi setidaknya kalian bisa melihat gestur mereka, jadi kalian tau Participatory Design bukanlah diskusi mudah dalam suasana romantis yang kita bayangkan sebelumnya, haha”, celetuknya mengundang tawa pendengar.
Ada Masyarakat yang mengusulkan membangun dinding beton raksasa sebagai penghalang datangnya ombak Tsunami. Ada yang menolak, karena merasa dirinya dan keluarganya yang nelayan sangat bergantung pada koneksi daratan ke lautan. Ada yang tidak keberatan untuk direlokasi ke tempat yang lebih aman, ada pula yang keberatan karena merasa sudah sehati dengan tanah setempat dan ingin hidup selamanya disitu. Akhirnya Aravena membuat inovasi dengan membuat lahan tepian pantai menjadi Taman Kota yang berbentuk hutan. Hutan tersebut terdiri dari pepohonan yang diharapkan dapat mereduksi dampak Tsunami, ditambah dengan fungsi sebagai ruang komunitas, juga penghubung yang harmonis antara kawasan pemukiman dengan lautan.

-------
Di forum lain (wawancara eksklusif dengan Archdaily), salah satu kalimat paling mendasar yang disampaikan Aravena adalah “Aku bukan sosok yang dapat menyelesaikan setiap (semua) masalah yang ada. Kita hanya arsitek/desainer yang mencoba mendengarkan permasalahan yang ada dan kemudian mencoba menawarkan solusi yang kami pikir tepat. Participatory (Melibatkan komunitas) dalam merancang adalah salah satu awal (yang baik) bagi seorang arsitek.
------------------------------------------------------------------------
LINK for Aravena Design Discussion by MIT:
http://web.mit.edu/incrementalhousing/WUF-Rio/pdfs/CHILE-Greene.pdf

Popular posts from this blog

Cara Menghitung Estimasi Kebutuhan Air Bersih pada Gedung Bertingkat Banyak

Rumah Semilir [House Design]