Mengkritisi Modernisme: Responsive Environments, a Manual for Designer [Resensi]


Jika menyinggung bangunan dan arsitektur pada era ini rasanya pasti menemui banyak sekali istilah dan bahasan tentang "modern". Arsitektur sebagai salah satu produk perkembangan ilmu pengetahuan manusia memang sudah mengalami berbagai evolusi dari masa ke masa. Salah satunya adalah Arsitektur Modern dengan jorgonnya yang paling terkenal "form follows function", bentuk yang harus mengikuti fungsi. Alih-alih mengukuhkan superioritas modernisme yang banyak menjamur di seluruh dunia sampai saat ini, buku ini hadir sebagai kritik untuk modernisme sejak di awal berkembangnya modernisme di dunia. 

                Judul Buku: Responsive Environments; A Manual for Designers
                Penulis: Ian Bentley, Alan Alcock, dkk.
                Penerbit: Architectural Press, imprint of Elsevier
                Tahun terbit: 1985, Reprinted 1987, 1992, '93, '94, '97, '98, '99, 2001, 2003, 2005
                ISBN: 0 7506 0566 9
                Tebal: 152 hlm.

Pendekatan Responsive Environment berangkat dari keprihatinan terhadap proses-proses perancangan modernisme yang dinilai sering keliru. Diantara akar masalahnya adalah arsitektur modern hari ini yang dirasakan kurang manusiawi menurut banyak kalangan walaupun sudah “menawarkan” berbagai gaya hidup dan kebijakan ideal menurut para perintis modernisme dari zaman ke zaman.

Kekeliruan tersebut berangkat dari pemikiran arsitek yang tidak bisa terlepas dari bayangan ideal "sepihak" mereka tentang hasil dari bangunan yang diciptakan. Yang demikian itu membuat seakan-akan perancang dapat “mengatur” kehidupan masyarakat sesuai kehendak idealisme yang mereka bayangkan dengan kajian yang umumnya masih dangkal tersebut.
Lorong-lorong dengan dinding tinggi membuat orang-orang yang terbiasa berbelok atau mampir ke sebuah tempat menjadi hanya bisa berjalan lurus karena adanya dinding tersebut adalah salah satu "karya yang memaksakan kehendak" dari seorang arsitek. Tentu akan menimbulkan rasa kurang manusiawi, dan akan lain halnya jika memang dinding tersebut lahir dari kebiasaan masyarakat itu sendiri. Contoh tersebut bisa timbul akibat dari nalar arsitek yang terbatas sehingga hanya dapat memperkirakan hasil yang nyaman dan secara tidak sadar ia merenggut kebebasan yang sebelumnya ada.

Menurut buku ini, arsitek harus memahami bentuk dan ruang sebagai produk dari kehidupan sosial. Arsitek juga harus mampu mengamati, menghubungkan dan memadukan antara IDE desain yang baik dengan POLA yang terbentuk dari sebuah proses pada lingkungan dengan sendirinya.

Buku ini terasa sangat sitematis dan memiliki pokok bahasan yang kuat. Dimulai dari prolog dan rangkuman awal, kemudian dilanjutkan 7 tahapan penting yang menjadi inti dari pendekatan Responsive Environments, hingga menjelaskan apa saja yang harus dilakukan untuk mewujudkan ketujuh tahapan tersebut. Jika saja buku ini dapat disusun ulang dengan menggunakan bahasa yang lebih sederhana, lugas dan tidak terlalu kaku, serta disinkronkan dengan kondisi terkini, mungkin akan lebih mudah dipahami oleh khalayak luas terutama non-akademisi dan masyarakat umum. (/wir)


--------------------------
Src: _

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cara Menghitung Estimasi Kebutuhan Air Bersih pada Gedung Bertingkat Banyak

Rumah Semilir [House Design]